Adakah suatu bahasa yang cukup murni berbicara,
Jujur mengangkat suara, dan terlebih tulus bergramatika
mengungkap ilusi dimensi waktu
Besuk Asa - Singgahi Hati
Thursday, July 4, 2013
Friday, June 21, 2013
Kalau sejajar dua saja sudah, lalu hinggap menyapa kaku
Lampau sudah kau mengejar tuah yang teraba baku
Sempat gagu pengajar tegap menatap malu
Walau lambat pun sabar menyulap pengap yang datang melulu
Jangan main sambar! Lengkap saja belum!
Terang saja kabut juga yang akhirnya kerap siangi kalbu
Bila benar tulah itu ribut mengolok sembari menggerutu
Kasihan benar yang sudah lama tanggap beradu
Benamkan saja sudah tanya-tanya itu
Siapa tahu besok bertunas
Lusa berbuah
Lalu 'kan mati juga
Besuk Asa
Lampau sudah kau mengejar tuah yang teraba baku
Sempat gagu pengajar tegap menatap malu
Walau lambat pun sabar menyulap pengap yang datang melulu
Jangan main sambar! Lengkap saja belum!
Terang saja kabut juga yang akhirnya kerap siangi kalbu
Bila benar tulah itu ribut mengolok sembari menggerutu
Kasihan benar yang sudah lama tanggap beradu
Benamkan saja sudah tanya-tanya itu
Siapa tahu besok bertunas
Lusa berbuah
Lalu 'kan mati juga
Besuk Asa
Thursday, May 2, 2013
Rapture - Christopher Rouse
ENJOY!!
To write is to receive,
All the shimmering impulses that have striven to deceive
To the rite I should have never left,
I surrender the rights I've always tried to believe
Stiff,
Is the idea too naive to perceive, while,
Brief,
Sometimes lasts way longer than the native, so I suppose,
If,
The realm of the ancient reef belongs to one with the only gift,
No one should ever think that'd be the sky one could achieve
But,
It's yet too bright, for the thief to sneak into the darkness of the farmer's piling leaf
So let us just give in to the dream of the wind
To sing is to stay in still,
Like eel that churns in raging thrill
Let's get in deal with that will,
That blame the lane of stuttering drill, so,
Real, is doubt I always feel, and by,
Kneel, I hang my nights, 'till,
Heal, could soar and open the seal
So I kill, the bill that gnaw my only heel, so pardon me,
If I squeal, 'till the thrill takes our deal,
And for real, all my heal seal in still
So just let's give in to the dream in the wind
All the shimmering impulses that have striven to deceive
To the rite I should have never left,
I surrender the rights I've always tried to believe
Stiff,
Is the idea too naive to perceive, while,
Brief,
Sometimes lasts way longer than the native, so I suppose,
If,
The realm of the ancient reef belongs to one with the only gift,
No one should ever think that'd be the sky one could achieve
But,
It's yet too bright, for the thief to sneak into the darkness of the farmer's piling leaf
So let us just give in to the dream of the wind
To sing is to stay in still,
Like eel that churns in raging thrill
Let's get in deal with that will,
That blame the lane of stuttering drill, so,
Real, is doubt I always feel, and by,
Kneel, I hang my nights, 'till,
Heal, could soar and open the seal
So I kill, the bill that gnaw my only heel, so pardon me,
If I squeal, 'till the thrill takes our deal,
And for real, all my heal seal in still
So just let's give in to the dream in the wind
Hening
Aku bergumam bisu dalam nada, namun tak juga ada melodi yang terbesit,
setelah ku tunggu sejak teriknya malam
Ya, malam. Malam yang mengikis teriknya sang siang
Kian ku berdiam dala hening, kian ku menari dalam bahasa yang berjejal dalam
kejejakaan emosi
Lama sederet nada memenjara, terlampau vokal berbicara menentang keanggunan bahasa
Lama sederet bunyi berembuk menolak barisan kata
Aku bukan hamba nada,
Tak mau juga aku jadi pelayan sastra
T'lah lalu aku berpikir bahwa aku ini kuli emosi
Yang bersembunyi di balik remangan abstraksi
Bukan karena ku takut akan cahaya kegamblangan
Semata, tak ada cukup nada dan kata sanggup menyingkap dan jelaskan kerumitan emosi
yang berkarat di sudut tembokan hati
Namun betapa egois diriku
Menjadi kuli emosi yang menyusun kata-kata bak batu bata
Merekatnya dengan adukan tata bahasa
yang tak ubahnya menjadi gubuk-gubuk angus yang bertebaran di sela-sela kemayaan rasa
Egois aku
Menjadi kulis emosi
yang mencari nada dalam setiap gaya yang bergetar
Menyelaraskan waktu seperti bumi yang terus berputar
Namun tak juga ada yang mengerti segala pengaduan yang coba ku hantar
SEBENTAR!!
Ingin aku coba memahami mengapa semua itu terasa begitu E G O I S
Aku sekedar ingin hidup berpesan pada kehenigan,
bahwa ada manusia yang paling tidak ingin juga menghargainya
Ini pengakuannu pada Sang Hening:
Sang Hening,
Aku ingin berdiam dalam mu
Aku menikmati saat birahimu menembus indra ku
Aku bernyanyi, aku berpuisi, bukan karena aku benci pada mu
Namun karena dalam kemegahan mu saja, aku bisa berdoa
Dalam mu,
Bisa aku mendengar semua nada yang perlu ku dengar
Bisa aku mendengar lagu yang sangat ingin ku dengar
Bisa juga aku mendengar ceramah terjujur yang perlu semua orang dengar
Sang Hening,
Kalau aku boleh berpinta,
Ijinkan aku s'lalu diam bersama mu sepanjang hari
Walau aku tak lagi berpejam mata
Walau aku tak lagi bermenung dalam keberpihakan gerak, dan
Walau aku tak lagi katupkan telinga dan pita suara,
Ijinkan aku bersetubuh dengan mu dalam pikir ku
Benamkan aku dalam kesunyian mu,
Saat aku bernyanyi, saat aku bicara, saat aku bergumam,
Bahkan saat ku harus berteriak
Sang Hening,
Ijinkan aku mendengar selalu,
Lagu yang perlu ku dengar,
Ceramah yang perlu ku simak,
Dalam sorak-sorai mu,
Pintaku Sang Hening!
setelah ku tunggu sejak teriknya malam
Ya, malam. Malam yang mengikis teriknya sang siang
Kian ku berdiam dala hening, kian ku menari dalam bahasa yang berjejal dalam
kejejakaan emosi
Lama sederet nada memenjara, terlampau vokal berbicara menentang keanggunan bahasa
Lama sederet bunyi berembuk menolak barisan kata
Aku bukan hamba nada,
Tak mau juga aku jadi pelayan sastra
T'lah lalu aku berpikir bahwa aku ini kuli emosi
Yang bersembunyi di balik remangan abstraksi
Bukan karena ku takut akan cahaya kegamblangan
Semata, tak ada cukup nada dan kata sanggup menyingkap dan jelaskan kerumitan emosi
yang berkarat di sudut tembokan hati
Namun betapa egois diriku
Menjadi kuli emosi yang menyusun kata-kata bak batu bata
Merekatnya dengan adukan tata bahasa
yang tak ubahnya menjadi gubuk-gubuk angus yang bertebaran di sela-sela kemayaan rasa
Egois aku
Menjadi kulis emosi
yang mencari nada dalam setiap gaya yang bergetar
Menyelaraskan waktu seperti bumi yang terus berputar
Namun tak juga ada yang mengerti segala pengaduan yang coba ku hantar
SEBENTAR!!
Ingin aku coba memahami mengapa semua itu terasa begitu E G O I S
Aku sekedar ingin hidup berpesan pada kehenigan,
bahwa ada manusia yang paling tidak ingin juga menghargainya
Ini pengakuannu pada Sang Hening:
Sang Hening,
Aku ingin berdiam dalam mu
Aku menikmati saat birahimu menembus indra ku
Aku bernyanyi, aku berpuisi, bukan karena aku benci pada mu
Namun karena dalam kemegahan mu saja, aku bisa berdoa
Dalam mu,
Bisa aku mendengar semua nada yang perlu ku dengar
Bisa aku mendengar lagu yang sangat ingin ku dengar
Bisa juga aku mendengar ceramah terjujur yang perlu semua orang dengar
Sang Hening,
Kalau aku boleh berpinta,
Ijinkan aku s'lalu diam bersama mu sepanjang hari
Walau aku tak lagi berpejam mata
Walau aku tak lagi bermenung dalam keberpihakan gerak, dan
Walau aku tak lagi katupkan telinga dan pita suara,
Ijinkan aku bersetubuh dengan mu dalam pikir ku
Benamkan aku dalam kesunyian mu,
Saat aku bernyanyi, saat aku bicara, saat aku bergumam,
Bahkan saat ku harus berteriak
Sang Hening,
Ijinkan aku mendengar selalu,
Lagu yang perlu ku dengar,
Ceramah yang perlu ku simak,
Dalam sorak-sorai mu,
Pintaku Sang Hening!
Subscribe to:
Posts (Atom)